-->

Upaya Penyalahgunaan Narkoba

1. Pendahuluan
Dewasa ini masalah narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang) telah merebak di negara kita, baik sebagai pengedar, pemakai, penjual, bahkan sebagi sebagai bandar. Kalangan pengonsumsi narkoba mulai dari orang-orang tua  hingga pada generasi muda dan anak-anak. Jenisnya macam-macam, antara lain: ganja, morfin, ekstasi (ineks), lem aibon, atau shabu-shabu.
Pemakaian narkoba sangat tidak boleh di Indonesia  (kecuali untuk kepentingan dunia kedokteran atau pengobatan). Bagi yang kedapatan membawa, menjual, memakai, bahkan memperjualbelikan narkoba akan dikenakan hukuman pidana alasannya yakni sudah melanggar Undang-Undang Psikotropika.
Meskipun orang yang terlibat dalam narkoba diberi hukuman hukum, tapi tidak menciptakan peredaran dan pemakainya jera dan terhenti. Secara nasional hampir setiap tahun masalah ini meningkat jumlahnya. Tahun 1998 pihak kepolisian mencatat 958 kasus, tahun 1999 meningkat menjadi 1.833, tahun 2000 menjadi 3.478, dan tahun 2001 bertambah lagi menjadi 3.617 (Data Polisi Republik Indonesia tahun 1998-2001).
Menyikapi banyaknya masalah yang tercatat di pihak kepolisian di atas, kita sebagai generasi muda harus mawas diri jangan hingga ikut terlibat di dalamnya. Untuk itu dibutuhkan aneka macam upaya pencegahannya. Dalam makalah ini akan dijelaskan upaya pencegahan narkoba yang barangkali bermanfaat sekali bagi generasi muda.
2. Pembahasan
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Pepatah ini masih berlaku bagi kita generasi muda yang belum terjamah narkoba. Pencegahan terhadap keterlibatan narkoba sanggup dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu: (1) melalui pendidikan agama; (2) organisasi.
2.1 Pendidikan Agama
Sesuai dengan UUD 1945 yang sudah diamandemen pasal 29 ayat (1) dan (2) dan Pancasila sebagai dasar dan falsafah negara Republik Indonesia, maka pendidikan agama merupakan segi pendidikan yang utama yang mendasari semua segi pendidikan lainnya.
Pentingnya Pendidikan Agama Islam berkhasiat bagi siswa untuk menempatkan dirinya dalam pergaulan sehari-hari, baik di lingkungan keluarga (rumah), di lingkungan masyarakat, maupun di lingkungan sekolah.
Menurut Purwanto (2000:158), “Pendidikan agama harus dimulai sedini mungkin semenjak masih kecil”. Pendidikan agama ini harus dimulai dari lingkungan keluarga. Orang renta atau ayah sebagai kepala keluarga merupakan orang yang bertanggung jawab dalam menanamkan nilai-nilai dan norma-norma Agama Islam kepada anaknya. Penanaman nilai-nilai agama Islam sanggup berkhasiat bagi anak dalam mempertebal kepercayaan dan taqwa. Dengan bekal kepercayaan dan taqwa ini akan membentengi anak dalam menghadapi pengaruh-pengaruhi negatif yang berkembang di masyarakat.
Pendidikan Agama Islam termasuk salah satu mata pelajaran yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan mempunyai fungsi bagi siswa. Fungsi Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajaran yang diberikan di sekolah yakni sebagai pengembangan, penyaluran, perbaikan, pencegahan, penyesuaian, sumber nilai, dan pengajaran (Depdikbud, 1993:1-2). Berikut ini diuraikan satu persatu fungsi Pendidikan Agama Islam sebagai mata pelajaran wajib yang diberikan di sekolah adalah:
a. Pengembangan
Pendidikan Agama Islam berfungsi sebagai pengembangan yaitu bisa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan SWT yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga. Menanamkan keimanan dan ketaqwaan ini merupakan kewajiban bagi orang renta dalam keluarga, sedangkan sekolah hanya berfungsi untuk menumbuhkembangkan diri siswa dengan melalui bimbingan. Pengajaran, dan training semoga keimanan dan ketaqwaan tersebut sanggup berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
b. Penyaluran
Pendidikan Agama Islam berfungsi sebagai penyaluran artinya menyalurkan siswa yang ingin mendalami bidang agama semoga mereka sanggup berkembang secara optimal.
c. Perbaikan
Pendidikan Agama Islam berfungsi sebagai perbaikan artinya dengan Pendidikan Agama, siswa sanggup memperbaiki kesalahannya, kekurangan-kekurangan, kelemahan-kelemahan yang terjadi dalam meyakini dan memahami pedoman Islam pada kehidupan sehari-hari.
d. Pencegahan
Pendidikan Agama Islam sanggup bisa menangkal hal-hal yang bersifat negatif dari lingkungannya atau dari budaya gila yang sanggup membahayakan dan menghambat perkembangan diri siswa menuju insan Indonesia seutuhnya.
e. Penyesuaian
Pendidikan Agama Islam menunjukkan penyesuaian dalam membentuk siswa semoga bisa beradaptasi dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan sanggup mengubah lingkungannya sesuai dengan pedoman Agama Islam.
f. Sumber Nilai
Pendidikan Agama Islam sanggup menunjukkan pedoman hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
g. Pengajaran
Pendidikan Agama Islam sanggup berfungsi memberikan pengetahuan dan pengajaran secara fungsional di lembaga-lembaga pendidikan formal, mulai dari SD, SLTP, SMU/SMK, hingga dengan Perguruan Tinggi. Tujuannya yakni untuk menunjukkan bekal perihal pengetahuan keagamaan. Dengan impian siswa sanggup mengkaji lebih mendalam hal-hal yang bekerjasama dengan nilai-nilai keagamaan.
Dalam praktik sehari-hari terdapat hal-hal yang turut serta menghipnotis Pendidikan Agama Islam terhadap siswa. Hal-hal yang menghipnotis Pendidikan Agama Islam terhadap perkembangan siswa menyangkut tiga aspek (Depag RI, 2001:42-43). Ketiga aspek itu antara lain:
a. Aspek keyakinan (Aqidah)
Yang disebut keyakinan (aqidah) yakni sesuatu yang berkenaan dengan keimanan terhadap Tuhan SWT dan semua yang telah difirmankan untuk diyakini. Keyakinan seseorang gampang sekali goyah dan terpengaruh. Hal tersebut sebagai akhir dari lemahnya nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan yang ada dalam diri seseorang.
b. Aspek norma atau aturan (syari’ah)
Yang dimaksud norma atau aturan (syari’ah) yakni aturan-aturan atau ketentuan yang telah ditentukan oleh Tuhan SWT yang mengatur perihal hubungan insan dengan Allah, insan dengan manusia, dan insan dengan alam semesta. Aspek ini sering disalahgunakan dalam praktik sehari-hari. Hal ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman seseorang terhadap norma atau aturan yang mengatur perihal tata hubungan seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan.
c. Aspek Perilaku (akhlak)
Yang dimaksud dengan sikap (akhlak) ialah sikap-sikap atau sikap yang tampak dari pelaksanaan aqidah dan syariah. Persoalan budbahasa menyangkut perkembangan kepribadian seseorang. Seseorang akan mempunyai budbahasa yang mulia apabila ia telah mempunyai dasar-dasar keimanan dan ketaqwaan. Tetapi, kalau dasar keimanan dan ketaqwaan seseorang rendah, maka rendah pula budbahasa dan moral seseorang. Mereka akan berbuat apa saja yang berdasarkan pikiran dan perasaan walaupun bertentangan dengan pedoman Agam Islam.

Upaya pencegahan narkoba melalui pendidikan agama sanggup dilakukan dengan jalan mendekatkan diri kepada Tuhan SWT, yaitu dengan jalan salat. Dalam Al-quran dijelaskan bahwa “Inna sholata tanha Anil fasyai wal munkar”. Artinya: sesungguh salat itu mencegah perbuatan keji dan munkar. Dengan salat kita akan terhindar dari segala perbuatan yang akan merusak kehidupan kita.
Gunawan (2000:98) menambahkan bahwa meningkatkan keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan mengikutsertakan dalam kegiatan-kegiatan keagamaan atau pengajian, semoga tidak gampang goyah terhadap aneka macam godaan serta cobaan hidup. Meningkatkan toleransi, bertepa diri, asih terhadap sesama, sadar hukum, dan meyakini kebenaran aturan eksekusi alam (barang siapa yang menanam jagung niscaya akan menuainya secara berlipat ganda).
2.2 Organisasi
Pada dasarnya atau sesuai kodratnya, insan yakni makhluk sosial/bermasyarakat, yang berdasarkan Aristoteles disebut “Zoon Politicon”, sehingga intinya pula insan itu tidak sanggup hidup masuk akal dengan menyendiri. Hampir sebagian besar tujuannya ternyata sanggup terpenuhi, apabila insan itu bekerjasama dengan keterbatasan sifat kodrat insan sendiri, serta adanya pembatasan-pembatasan yang dihadapi insan di dunia dalam perjuangan mencapai tujuannya.
Dalam usahanya untuk bermasyarakat itu, maka insan berkelompok atau memasuki sesuatu kelompok atau organisasi, juga demi mencapai sesuatu kepuasan lahir/batin serta peningkatan diri. Kelompok atau organisasi itu kemudian menjadi himpunan insan dengan aneka macam kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Organisasi berdasarkan pengertiannya yakni suatu perkumpulan yang terdiri dari orang-orang yang mempunyai satu tujuan (Moeliono, 1999:2335). Gunawan (2000:123) menambahkan bahwa dalam organisasi terdapat kolaborasi kelompok demi mencapai tujuan bersama.
Seseorang memasuki organisasi lantaran terdorong untuk mencari suatu kepuasan, baik kepuasan fisik, maupun kepuasan non fisik. Kepuasan fisik menyangkut unsur kebendaan, menyerupai ingin mendapat uang/imbalan, barang, makanan, dan perumaham. Sedangkan kepuasan batin berkiatan dengan kepuasan rohani, menyerupai ingin mendapat pujian, kepuasan, penghargaan, status sosial, dll.
Seseorang yang bergabung dalam organisasi mempunyai fungsi dan tujuan. Menurut Gunawan (2000:124), fungsi dan tujuan orang yang bergabung dalam organisasi antara lain sebagai berikut:
  1. Untuk memecahkan duduk masalah kesepian/kebingunan jiwanya. Orang tersebut sebaiknya memasuki organisasi, menyerupai pengajian yang bersifat spritual.
  2. Untuk memecahkan duduk masalah kesulitan mencar ilmu contohnya kesulitan mencar ilmu matematika/Bahasa Inggris, maka ia menggunakan organisasi/kelompok mencar ilmu Matematika/Bahasa Inggris.
Sesungguhnya organisasi itu ada yang bersifat positif dan negatif. Organisasi bersifat negatif muncul dengan sendiri tanpa ada perintah atau komando yang tidak terperinci arah dan tujuannya, seperti; ganster, kelompok anak mabuk-mabukan, dan kelompok narkoba, sedangkan organisasi yang bersifat positif mempunyai arah dan tujuan yang terperinci dan positif, yaitu untuk menyebarkan dan menyalurkan talenta dan minat. Pada organisasi yangbersifat positif mempunyai Anggaran Dasar dan Rumah Tangga dan aturan-aturan organisasi yang harus diikuti.
Banyak organisasi yang bersifat positif yang sanggup diikuti kalangan siswa, menyerupai OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah), Sanggar Seni, Pramuka, Kelompok Pencinta Alam, PMR (Palang Merah Remaja), dll. Semua organisasi yang disediakan itu sanggup diikuti oleh siswa sesuai dengan talenta dan minatnya.
Bagi siswa sepatutnya sanggup menentukan organisasi yang bertujuan positif semoga terhindar dari keterlibatannya terhadap narkoba sehingga mereka akan lebih gampang merencakan kehidupan yang lebih baik.
3. Penutup
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas sanggup penulis simpulkan bahwa narkoba (narkotika dan obat-obatan terlarang) telah melanda di lingkungan sekeliling kita. Jumlah pemakainya meningkat dari tahun ke tahun. Pemakai narkoba tidak hanya terbatas pada generasai renta saja, tetapi juga dikonsumsi oleh kalangan generasi muda. Narkoba sanggup dihindari dan dicegah dengan dua pendekatan, antara lain: (1) melalui pendidikan agama; (2) organisasi. Pendekatan Pendidikan Agama dilakukan untuk meningkatkan ketaqwaan tehadap Tuhan SWT, yaitu dengan cara mengerjakan salat lima waktu sehari semalam, dan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan (spritual). Pendekatan organisasi sanggup dilakukan dengan cara mengikuti organisasi (perkumpulan) yang mempunyai arah dan tujuan yang terperinci atau positif. Organisasi yang sanggup diikuti oleh siswa antara lain: OSIS, Karang Taruna, Kelompok Belajar, Pramuka, PMR, Sanggar Seni, dan lain-lain.
3.2 Saran-saran
Berikut ini penulis menunjukkan saran-saran sebagai berikut:
  1. Pencandu narkoba telah nyata-nyata merusak masa depan seseorang, untuk itu perlu dihindari.
  2. Hendaknya siswa sanggup mengisi hari-harinya dengan mendekatkan kepada Tuhan SWT dan kegiatan-kegiatan lain yang bersifat positif.
  3. Pada orang tua, guru, dan masyarakat sebaiknya selalu menunjukkan arahan-arahan yang berisfat positif untuk menghindari ancaman narkoba bagi generasi muda.
*) Muhammad Iman Taqwin, Siswa Kelas VIII Sekolah Menengah Pertama Negeri 43 Palembang, tahun pelajaran 2008/2009.
DAFTAR PUSTAKA
Depag. 2001. Pendidikan Agam Islam bagi Peserta Didik. Jakarta.
Depdikbud. 1993. Proyek Peningkatan Mutu SD, TK, dan SLB. Jakarta: Dirjen Dikdasmen
Gunawan. 2000. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rinek Cipta.
Moeliono, Anton (Penyunting). 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbu.
Purwanto, M. Ngalim. 2000. Ilmu Pendidikan Teoretis dan Praktis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Facebook CommentsShowHide

0 komentar